Aku terbangun digelapnya malam.
Kemudian aku menyadari.. ah sudah tahun baru islam. 1435 hijriah. Ini
lah tahun baru yang sesungguhnya. Walaupun negara ku memiliki penduduk
muslim terbesar, tapi tetap saja tahun baru islam tak semeriah tahun
baru masehi. Namun, masjid disekitar rumahku tak melewati begitu saja,
masjid sekitar rumah tentu mengadakan kegiatan, berkumpul, membaca
Al-Quran bersama, duduk bersama dan mendengarkan ceramah dari pak Ustad.
Sekedar mengingat betapa islam sangat indah dan perjuangan para Rosul
serta para sahabat sangat bermakna dan menggugah.
Aku menyadari, datangnya tahun
yang baru menjadikan umur ini kian bertambah. Kontrak hidup makin
berkurang, tapi.. apakah aku sudah mempersiapkan segala hal yang
bermanfaat untuk kehidupanku selanjutnya?ah aku belum menyiapkan sama
sekali. Aku merasa diri ini masih belum ada apa-apanya. Dibandingkan
para ukhti disana, para ikhwan disana yang sangat mentaati islam dan
menjalankan sunnah Rosul.
Aku penuh dosa. Ya, berbagai
tindakan terkadang terlewat. Tindakan yang mungkin membuat orang lain
merasa tersinggung, marah dan kesal. Mungkin jahilku menyakitkan,
mungkin perkataanku tak terkendali, mungkin tindakanku merugi. Malaikat
selalu setia di kanan dan kiriku. Setia menjalankan tugas dari Sang
Pencipta. Siap mencatat segala amal. Tak pantaslah aku, hanya manusia
yang tak ada apa-apanya ini merasa bangga melakukan suatu kebaikan,
malah aku harusnya sadar. Bahwa tindakan yang menurutku baik, belum
tentu baik untuk oranglain dan diri ini. Ah Allah memang maha adil, sang
Malaikat yang mencatat dengan teliti, dan kelak akan
dipertanggungjawabkan segala tindakan ini.
Kembali pada aktivitas
sehari-hari. Dimana tak ada niatan sama sekali memiliki hidup yang
seperti ini, dibidang ini. Walau bagaimana pun, pendidikan yang kutempuh
sekarang, akan berimbas pada jalan hidupku kelak. Ini seakan diarahkan
oleh Allah. Awalnya tercebur di dunia kesehatan. Sama sekali tak
terpikir. Awal ingin jadi petani kopi Luwak, yang sukses keliling dunia
memperkenalkan kopi Luwak. Awalnya. Tapi jadilah kini, aku disini.
Dengan jurusan keperawatan. Pandangan awal, dunia perawat adalah dunia
yang melelahkan. Kamu akan jadi pembantunya para pasien. Kamu akan jadi
tukang bersihin badan pasien, tukang bersihin BAB dan BAK mereka yang
jompo, jadi tempat pelampiasan mereka para pesakit jiwa, jadi omelan
para keluarga pasien yang tak terima dengan keadaan keluarganya yang
sakit, jadi…
Bayangan-bayangan tak mengenakan
yang terbesit. Namun apa dikata, Allah sudah menyiapkan jalan
terbaiknya. Menetapkan aku dijurusan ini, jurusan yang tak terpikirkan.
Dan Allah selipkan hikmah disetiap tindak-tanduk manusia. Termasuk aku,
yang kini menyadari dan meresapi segala yang kualami bersama mereka.
Bersama pasien yang pantang menyerah. Kini aku menyadari, betapa sehat
itu penting, betapa nikmat Allah luar biasa, betapa manusia sangat
tercela dan tak mau bersyukur atas karunia-Nya. Betapa mereka yang
sedang lemah sangat menerbitkan inspirasi dalam berjuang. Betapa mereka
para pemuda yang karena tingkah buruknya harus menerima keadaan dirinya
yang kanker paru, betapa mereka kini menyesal dengan tindakan rokoknya.
Betapa mereka sangat tergantung dengan selang oksigen, sungguh patut lah
kita bersyukur akan oksigen yang disediakan Allah, betapa Allah
memberikan kita kesempatan menghirup sepuasnya oksigen dibumi-Nya. Tak
berbayar. Gratis. Apa jadinya kalau Allah keringkan air di muka bumi?apa
jadinya kalau Allah musnahkan segala tumbuhan di Bumi?betapa Allah
sangat baik.
Allah tunjukkan padaku, Allah
izinkan aku menjadi saksi, betapa manusia dekat sekali dengan kematian.
Betapa disekitarku, kemungkinan pasti ada. Apa yang tak pernah
dibayangkan, menjadi terjadi. Allah izinkan aku menjadi saksi perjuangan
ibunda melahirkan. Sehingga aku berfikir betapa dahsyatnya seorang ibu.
Aku menjadi saksi perjuangan para bayi untuk sembuh, aku menyaksikan
perjuangan orangtua untuk bayinya, dan doa orangtua yang tulus bagi sang
bayi. Aku menyaksikan betapa uniknya para pesakit jiwa, betapa mereka
memiliki otak yang cerdas, namun pikiran mereka terkadang tak sesuai
dengan isi hati mereka.
Sungguh dalam setiap kejadian
mengandung hikmah, tinggal bagaimana manusia secara arif mengambil
bongkahan hikmah itu menjadi suatu ukiran yang mantap dan meneguhkan
hatinya. Inilah aku, manusia biasa yang merenung, betapa tahun berganti
tahun, kisah hidup akan berlanjut, dan semua akan ada akhirnya. Tinggal
diri ini yang menentukan bagaimana akhir kisah kita, melalui laku kita.
Bagaimana akhir hidup kita kelak?tentu Allah yang sudah berencana, dan
manusia lah yang harus berjuang, berlaku sebaik-baiknya, meninggalkan
yang buruk dan menjalankan segala kisah kebaikan yang kelak semua akan
ditimbang. Ditimbang seadil-adilnya, dihadapan sang Maha Hakim yang
seadil-adilnya. Allah SWT, sang Pencipta.
Bandarlampung. 5 November 2013,
Sumber : http://muda.kompasiana.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar